Sabtu, 28 Juni 2025

Menyusuri Braga, Menyelami Semesta SANGHARA: Catatan dari Launching Novel BORN

Tianlustiana.com - Langit Bandung sekarang tidak bisa diterka, kadang mendung namun sesaat kemudian cerah. Seperti siang ini, mendung. Langit Bandung menggantungkan gerimis tipis, tapi ga mengganggu, justru menciptakan suasana yang syahdu. Setelah memarkirkan motor, saya dan neng Marwah menyusuri trotoar Braga, kami biarkan kaki ini menuntun sambil memandangi deretan bangunan sepanjang Braga yang menyimpan banyak cerita. 




Langkah ini bukan sekedar menyusuri jalanan Braga, namun saya ingin menghadiri kisah dari semesta Sanghara, melalui launching novel BORN di Grey Art Gallery. 


Jalanan Braga dan Seni yang Selalu Hidup 

Setiap saya menyusuri jalanan Braga, selalu ada efek magis. Mungkin karena aura vintage nya dan juga lampu jalan yang temaram, atau mungkin saja aroma kopi dari coffee shop yang berjejeran. Braga terasa makin estetik ketika melewati Grey Art Gallery, dindingnya minimalis dan membuat orang penasaran untuk datang, apalagi sore ini ada peluncuran novel yang tidak biasa, saya yakin bukan hanya saya yang penasaran, namun puluhan orang lainnya yang juga ikut hadir. 




Sanghara - BORN 

Novel ke delapan teh Eva, dan kali ini teh Eva tidak sendiri. Teh Eva menulis bersama tiga kawan lainnya. Novel BORN ini bukan sekedar novel fantasi biasa, namun lahir dari kerjasama empat penulis keren dengan latar yang beda, Eva sri rahayu, Dimas Fani prasetyo, Max aditya M dan Novieansyah Suhendar. Menghasilkan karya yang keren, hasil napas panjang,kolaborasi lintas visi dan juga semangat mereka yang sama, sama - sama ingin menciptakan dunia pasca apokaliptik, bernama semesta Sanghara. 




Acara launching ini terasa hangat. Dikelilingi dengan karya - karya seni rupa kontemporer, saya dan puluhan tamu lainnya menyimak cerita dari keempat penulis ini dengan rasa antusias. Saya pun ikut larut dalam cerita mereka. Katanya, novel ini bermula dari obrolan dua sahabat untuk mengenang kawannya yang sudah tiada, ternyata dari sana muncul ide dan kemudian berkembang menjadi kisah revolusi, intrik kekuasaan dan proyek human serum yang menantang kemanusiaan, hmmm terlalu berat sih kalau dipikir, hihi. 


Sambil menikmati pameran di Grey Art Gallery, saya merenung blurb BORN yang membuat saya berdecak dan mengernyitkan dahi, 

"Paska apocalypse, dunia dikuasai rezim otoriter. Sebuah revolusi meletus, melahirkan harapan baru yang berubah menjadi mimpi buruk. Dan dari semua kekacauan itu, lahirlah Sagara—mutan hibrida yang mungkin saja jadi akhir dari segalanya..."


Baru baca blurb nya saja saya langsung kepikiran : sejauh mana manusia ingin mengendalikan hidup? sejauh apa sains bisa jadi pedang bermata dua? 


BORN : pancer dari empat elemen 

Buat saya, ini sangat menarik. Dari keempat penulis ini mereka menyumbangkan elemen khasnya masing - masing. Seperti api, air, udara dan tanah yang masing - masing memperkaya isi cerita. dan BORN ini menjadi pancer nya, pusat dari semua kekuatan cerita. 


Ah, saya jadi ingin secepatnya menuntaskan cerita novel ini. Beberapa kali saya baca prolog nya dan bisa saya simpulkan bahwa ini adalah fantasi distopia yang punya narasi kelam namun menggelitik. Emosional, politis dan ilmiah menyatu sekaligus. 




Novel ini memiliki cover yang tegas, dengan nuansa misterius. 

Bukan sekedar novel, seperti sebuah gerakan imajinasi, peluncuran novel ini bukan hanya selebrasi novel baru. Namun semacam pengingat bahwa imajinasi bisa menyembuhkan, menyatukan bahwa menyuarakan perlawanan. Dalam dunia yang semakin penuh ketidakpastian, membaca BORN seakan memasuki cermin lain dari realita yang kita jalani. Wajib banget deh dimiliki novel ini, terutama untuk yang suka genre fantasi, distopia dan fiksi ilmiah. 




Menutup hari dengan rasa penuh 

Ada satu hal yang membuat saya akan selalu ingat hari ini. Pada sesi games tadi, neng Marwah menumpahkan isi pikirannya, seolah - olah dia seorang ilmuwan Praja yang akan membuat seorang chetozilla yang menjelma sebagai penjepit snack dan bisa teleport ke warung, perpaduan DNA manusia + kucing oren + stik keju, hmmm ga nyangka bisa punya pemikiran gitu deh, heheh. Ah ini membuat makin penuh ingatan akan hari ini.



Sore menjelang malam saya menyusuri Braga dengan perasaan berbeda, ada perasaan yang sulit saya ungkapkan. :) Terimakasih atas waktu yang telah dilalui hari ini.


Saya akan review isi novelnya di : https://resensibukutian.blogspot.com/ 



Sampai jumpa pada cerita lainnya,


Love,

Tian 

Add Comments

Terimakasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar. Mohon maaf komentarnya dimoderasi, oiya kalau komentarnya ada link hidup dengan berat hati saya hapus komentarnya yah.
EmoticonEmoticon